Bukit Pecaron di
Desa Pasir Putih, Kecamatan Bungatan merupakan salah satu objek wisata religi
andalan di Situbondo. Puncak bukit itu diyakini merupakan salah satu petilasan
(tempat munajat) Syekh Maulana Ishaq, ayah Sunan Giri. Bahkan sebagian orang
meyakini tempat tersebut bukan petilasan, tetapi justru lokasi sang Syekh
dimakamkan.
Lokasi bukit Pecaron cukup mudah
dijangkau. Tempatnya berada di tepi laut dan tebingnya curam menjulang tinggi.
Memandangnya, mengingatkan pada pemandangan khas pura di Uluwatu, Bali. Sisi
utara bukit Pecaron memang berbatasan langsung dengan laut. Jika berada di atas
bukit, kita bisa leluasa melihat hamparan laut membentang.
Ada legenda yang berkembang di
daerah Pasir Putih dan sekitarnya. Dikisahkan, konon bukit Pecaron dulu tidak
menyatu dengan daratan. Lokasi bukit ini cukup jauh dari daratan. Untuk
mencapainya bukit itu, orang harus menggunakan perahu. Tapi dengan keistimewaan
Syekh Maulanan Ishaq, bukit tersebut menyatu dengan daratan. Sehingga
memudahkan masyarakat yang akan berkunjung. Memang, legenda tersebut cukup
sulit dinalar dengan akal. Tetapi kisah-kisah seperti itu berkembang dan
dipercaya sebagian warga Pecaron dan sekitarnya. Sementara itu, keberadaan
petilasan Syekh Maulana Ishaq di bukit itu memang mendatangkan berkah bagi
masyarakat sekitar. Warga banyak membuka warung dan berjualan sovenir. Jualan
mereka dikemas semenarik mungkin, agar bisa memikat hati pengujung yang akan
berziarah ke bukit Pecaron.
Pada
malam Jumat dan Selasa, pengunjung Bukit Pecaron biasanya memang membeludak.
Mereka tidak hanya datang dari Situbondo, tapi banyak juga yang datang dari
luar daerah. Sebelum mendaki bukit Pecaron, pengunjung biasanya membeli air
mineral atau makanan ringan sebagai dibuat bekal menuju puncak bukit. Tidak
sedikit pengunjung yang memilih bermalam di kompleks petilasan Syekh Maulana
Ishaq itu.
Mereka yang bermalam itu, biasanya
datang untuk menghatamkan Alquran dengan tujuan tertentu.
“Orang yang datang ke sini tujuannya
macam-macam. Intinya mereka meminta sambungan doa kepada Syekh Maulanan Ishaq,
agar apa yang menjadi cita-cita hidupnya tercapai,” terang H Halili , juru
kunci Bukit Pecaron.
Untuk menuju puncak bukit,
pengunjung perlu menyiapkan stamina. Jika sedang sakit, sebaiknya tidak usah
naik. Sebab, bisa dipastikan hanya akan menambah parah sakitnya. Karena jalan
menuju puncak bukit itu sangat menanjak. Padahal, panjangnya jalan itu setapak
menanjak dan berliku itu hampir satu kilometer. “Pernah ada teman saya yang
memilih balik ke bawah, karena merasa tak mampu naik ke atas bukit,” ujar
seorang pengunjung. Jalan menuju puncak bukit Pecaron hanya selebar dua meter.
Jalan itu disusun mirip tangga batu
hingga ke puncak bukit. Jika pernah ke Bali, mendaki jalan ini mengingatkan
perjalanan menuju Pura Luhur Ulu Watu di Badung Selatan dengan ketinggian 70
meter dari permukaan laut. Bedanya, jalan setapak menuju Pura Ulu Watu tersebut
sudah ditata rapi dan bersih. Sedangkan jalan setapak berliku di bukit Pecaron
masih sangat bersahaja. Tangganya terbuat dari deretan batu. Hanya beberapa
bagian saja yang ditambal dan dirapikan dengan semen. Itu pun sudah banyak yang
mengelupas. Keadaannya juga sangat kotor. Karena banyak daun kering pohon yang
terus berjatuhan.
Di sisi jalan berliku itu, sebagian
sudah dipasang pagar besi. Pagar besi itu merupakan pengaman sekaligus
difungsikan sebagai pegangan tangan pengunjung. Sayangnya, pagar itu hanya ada
di sisi kanan jika berjalan mendaki. Sehingga tidak semua pengunjung bisa
memanfaatkannya. Padahal, fungsi pagar tersebut benar-benar penting. Pengunjung
bisa istirahat dan berpegangan di pagar itu jika merasa lelah. “Pernah ada
kejadian, seorang pengunjung jatuh menggelinding ke bawah karena tidak
menemukan pegangan saat capek,” ungkap Halili.
Sementara itu, pada beberapa ruas
jalan menuju Bukit Pecaron, ada beberapa pedagang bunga tabur. Bagi pengunjung
yang tidak membawa bunga dari rumah, bisa membeli di sini. Harga bunga tabur
itu pun cukup terjangkau.
Meski hanya sebuah petilasan (tempat
munajat), dalam kamar utama bertuliskan Syekh Maulana Ishaq itu terdapat sebuah
bangunan makam. Terdapat juga dua batu hitam mengkilap di kamar berukuran 4 x 4
meter. Batu itulah yang diyakini sebagai tempat duduk sang Syekh dalam
bermunajat kepada Yang maha Kuasa.
Begitu sampai di Bukit Pecaron,
pengunjung sudah bisa bernafas lega. Mereka sudah tidak perlu lagi mengatur
irama nafasnya, sebagaimana yang dilakukan saat mendaki jalan setapak menuju ke
puncak Pecaron. Para pengunjung juga sudah dapat beristirahat sejenak sebelum
berdoa di depan petilasan Syekh Maulana Ishaq.
Ada dua bangunan di puncak bukit
Pecaron. Satu bangunan berukuran sekitar 4 meter x 6 meter. Pelataran ini
biasanya digunakan untuk tempat peristirahatan sekaligus tempat antre para
pengunjung yang akan masuk ke tempat munajat Syekh Maulana Ishaq. Saat pengunjung
penuh, masuk ke tempat petilasan Ayahanda Sunan Giri itu memang tidak bisa
seenaknya.
Pengunjung harus sabar antre hingga
tiba gilirannya. Tempat munajat Sang Syekh kini sudah dibuat kamar khusus
dengan ukuran sekitar 4 x 4 meter. Di atas pintu masuk kamar itu ada tulisan
’Syekh Maulana Ishaq’. Kamar berlantai keramik itu hanya mampu menampung
belasan pengunjung. Sebab, di dalamnya bukanlah ruangan yang terhampar layaknya
tempat munajat pada umumnya.
Di dalam kamar berlantai keramik itu
justru ada sebuah makam. Dari sini, kemudian sebagian warga percaya kalau
petilasan adalah makam Syekh Maulana Ishaq. Di depan pintu masuk, ada dua batu
hitam cukup mengkilat yang menonjol di lantai keramik putih. Batu itulah yang
diyakini sebagai tempat duduk Syekh Maulana Ishaq.
Saat berdoa di depan Petilasan Syekh
Maulana Ishaq, Halili biasanya membantu pengunjung memimpin doa. Sebelum
berdoa, dilakukan beberapa ritual kepercayaan pengunjung. Ada yang mengirim doa
dengan membaca surat Al Fatihah atau membaca tahlil dulu. “Ini juga agar
pengunjung tidak salah tujuan datang ke sini. Perlu saya jelaskan dan luruskan
niatnya,” kata Halili.
Satu lagi yang cukup menjadi
perhatian pengunjung saat datang ke Bukit Pecaron. Di bawah bukit ada sebuah
gua. Sayang gua ini hanya bisa dinikmati dari luar. Tidak ada yang berani
memasuki gua tersebut. Selain lokasinya gelap dan berbahaya, warga sekitar
menganggap gua itu mempunyai kekuatan magis yang cukup besar. Yang jelas,
karena jarang ada yang nekat masuk menelusurinya, kisah tentang gua tersebut
menyimpan banyak misteri.
“Dulu kabarnya pernah ada warga yang
masuk, namun dia tak pernah keluar lagi,” terang Zainullah, warga Kapongan yang
datang ke bukit Pecaron.
Akhirnya, banyak beredar kisah
misteri seputar gua tersebut. Ada versi yang menyatakan kalau gua tersebut
kalau ditelusuri, konon bisa menembus hingga ke Pulau Madura. Ada juga versi
kisah misteri yang mengatakan bahwa dengan memasukinya, bisa tembus ke Makkah.
“Namun tentunya, yang masuk (gua tersebut) bukan orang-orang biasa. Tapi orang
yang dekat dengan Allah. Kalau orang biasa yang masuk, biasanya tidak kembali
lagi,” terang salah seorang warga.
Sementara itu, Disperindagpar
diam-diam sudah menyusun sebuah buku yang menceritakan asal-usul Bukit Pecaron.
Diceritakan, Bukit Pecaron jadi dikenal berawal dari kedatangan Syekh Maulanan
Ishaq ke Tanah Jawa. Ketika itu, dia mendengar ada sayembara di Kerajaan
Blambangan. Sang Raja Blambangan, Minak Sembuyut mengeluarkan sayembara.
Isinya, siapa saja yang bisa menyembuhkan putrinya yang sedang sakit parah,
maka dia akan dijadikan menantu.
Syekh Maulana Ishaq pun mengikuti
sayembara tersebut dan berhasil memenangkannya. Sejak saat itu, sang Syekh
mencoba meng-Islamkan sang istri maupun seluruh isi istana. Sayang, kesuksesan
Syekh Maulana Ishaq mengundang iri dan dengki Patih kerajaan. Karena tidak
ingin terjadi pertumpahan darah, Sang Syekh memilih menyingkir dari istana. Dia
hanya berpesan kepada istrinya yang sedang hamil, agar jika anaknya lahir
diberi nama Raden Paku dan dihanyutkan ke laut. Setelah besar, Raden Paku ini
menjadi salah satu wali yang menyebarkan Islam di Tanah Jawa yakni Sunan Giri.
Syekh Maulana Ishaq sendiri, setelah
menyingkir dari istana memilih terus berkelana ke arah barat. Selama perjalanan
itu, dia terus menyebarkan ajaran Islam. Di Situbondo, ada tiga tempat yang
diyakini sebagai tempat petilasan Syekh Maulana Ishaq. Yakni di Bukit
Bantongan, Desa Sumberkolak, Kecamatan Panarukan; Bukit Tampora, Kecamatan
Banyuglugur serta di Bukit Pecaron, Desa Pasir Putih, Kecamatan Bungatan.
(pung)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !