KEPRIBADIAN PENDIDIDKAN, PENENTU MASA DEPAN - ...
Headlines News :

Edukasi online

Edukasi online
Logo Edukasi news

GIAT KARYA

GIAT KARYA
Pembangunan Gedung Redaksi edukasi news

GIAT KARYA

GIAT KARYA
PEMBANGUNAN GEDUNG REDAKSI EDUKASI NEWS

dasdasd

Home » » KEPRIBADIAN PENDIDIDKAN, PENENTU MASA DEPAN

KEPRIBADIAN PENDIDIDKAN, PENENTU MASA DEPAN

Written By Unknown on Kamis, 11 Juli 2013 | Kamis, Juli 11, 2013



Sudah terlalu lama kami sebagai generasi penerus bangsa di Indonesia terhipnotis budaya kolonial.
Bukan bersumber dari nature dan chulture pondations budaya alami bangsa sendiri sehingga keanekaragaman budaya Bangsa Indonesia yang eksotik tak lagi di pijak, di dengar, di turut, dihayati, dijaga, diamalkan dan dilestarikan. Intinya budaya bangsa sudah tergantikan dengan budaya hedonis, pragmatis dan materialistis. Akibatnya tak mudah seperti membalikkan telapak tangan memperlakukan remaja yang sudah terkontaminasi budaya barat, harus melalui pendekatan berlika-liku sepertihalnya pendekatan secara mental, spiritual dan spikology. Pendekatan mereka pada intinya membutuhkan waktu. Tak sedikit seorang remaja secara kharakter spikologi dan pemikirannya terbentuk dari berbagai macam peristiwa yang justru menjadikan dirinya sebagai sumber masalah terhadap lingkungan, keluarga, bangsa dan negaranya. Seperti halnya perkelahian berkelompok (perkelaihan massal) atau membentuk geng yang aktifitasnya cenderung meresahkan masyarakat, timbulnya gay, homo atau lesbi, pergaulan bebas yang timbulnya aborsi, timbulnya HIV dan AIDS sendiri, hadirnya narkoba dengan putaow dan masih banyak lagi persoalan remaja di dalam masyarakat sekitar kita.
Memang Pekerjaan kita belumlah selesai, artinya kita memiliki keanekaragaman budaya belum dianggap sebagai pemersatu budaya secara alami melainkan masih dianggap sebagai kekurangan dan keterpecah belahan bahkan komoditi pariwisata untuk pesona materialiastis semata. Hal inilah penyebab kekurang-tahuan dalam memahami berbangsa dan bernegara Republik Indonesia sebagai peran, fungsi serta penggerak kehidupan sosial kemasyarakatan. Fatalnya masalah ini dimanfaatkan oleh kaum aggressor untuk invansi komoditi (investor,red) untuk mengerok kekayaan sumber daya alam dan tenaga kerja murah. Bukannya anti terhadap investor, mereka perlu tapi tidak penting. Justru yang penting adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia di daerah setempat. Bilamana para generasi muda calon pemimpin (sebagai generasi penerus) bias menangkap inti sari arti keadilan dan persatuan bagi seluruh rakyat Indonesia itu maka celakalah bangsa dan negara kita ini.
Sebenarnya keanekaragaman merupakan modal dasar untuk membentuk satu kekuatan agar mendorong kita menciptakan unsur satu peradaban budaya asli dari berbagai macam suku. Peleburan antara seni budaya tersebut akan menjadikan diri kita dewasa dan matang dalam menghadapi tantangan maupun hambatan dimasa mendatang. Coba pahami, antara seni tari dengan seni tari lainnya yang bila digabungkan menjadi satu makna akan tercipta tari Indonesia asli tanpa harus mengekport tari luar negeri. Pada dasarnya Ki Hajar Dewantara telah memperingatkan kepada kita. “Janganlah tergesa-gesa meniru cara modern atau cara Eropa, janganlah juga terikat oleh rasa konservatif atau rasa sempit. Tetapi cocokkanlah semua barang dengan kodradnya”. Dari sepenggal ucapan Ki Hajar Dewantara itu, bila kita jeli dengan kondisi Negara kita sekarang ini timbullah pertanyaannya. Kepribadian Pendidikan di bidang Kebudayaan Bangsa Indonesia mau dikemanakan?
Pemuda dan pemudi sebagai penerus keabadian bangsa harus mampu menjaga Persatuan dan kesatuan seluruh Indonesia. Sudah ditegaskan, Bung Karno menyebut bangsa Indonesia ini dengan nama Dipa Nusantara, artinya bangsa yang terletak di geografis jambrut khatulistiwa memiliki satu kehendak untuk berkeadilan dalam bentuk persatuan walaupun Nusantara ini berpulauan, beraneka ragam suku, ras, agama/kepercayan, golongan namun berkehendak untuk duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Sehingga menyatu dalam wadah persatuan yaitu Negara Republik Indonesia.
Bilamana hal itu (berkeadilan dalam bentuk persatuan) tidak terwakili maka tumbuhlah gejolak dan pemberontakan di semua lini kehidupan rakyat dan negara. Contoh dalam realita dimasyarakat akhir-akhir ini yaitu timbulnya perampokan, pemaksaan kehendak baik secara budaya, ekonomi dan politik. Perampokan di sini jangan ditinjau dari segi materi akan tetapi dari segi pemaksakan kehendak. Pemaksaan terhadap ekploitasi manusia atas manusia, manusia atas golongan, golongan atas manusia, golongan atas golongan dan negara atas rakyatnya. Tidak dapat ditampik bahwasanya adalah kepentingan kelompoklah maupun kepentingan pribadilah, intinya mengarah perekonomiannya dan kepolitikannya. Maka tumbuhlah prilaku praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Timbulnya TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, di pertegas melalui.
1.      Undang - Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
2.      Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dua kali, terakhir dengan Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844).
Untuk mengantisipasi praktek-praktek merugikan bagi kehidupan penyelenggaraan bernegara tersebut.
Bung Karno pun juga telah menegaskan “Oleh karena itu, sekali lagi saya katakan. Bahwa kita, di dalam segala kebelakangan kita itu. Berada di dalam posisi manfaat pula, yaitu dapat mencerminkan mayarakat Republik Indonesia yang hendak kita susun itu. Kepada pengalaman-pengalaman masyarakat perempuan dinegeri-negeri yang telah maju. Pelajarilah! Lebih dahulu dalam-dalam. Pergerakan-pergerakan perempuan di Eropa, sebelum kita mengoper saja segala cita-citanya dan sepak terjangnya!”. Didalam Buku Sarinah dengan Judul KEWAJIBAN WANITA DALAM PERJUANGAN REPUBLIK INDONESIA  karangan Ir. Soekarno bab I, halaman 11.
Sebagai generasi penerus bangsa, pemuda/pemudi terletak pada posisi tulang punggung negara. Untuk mencapai generasi bangsa di posisi tulang punggung negara hal ini tentunya melibatkan dunia pendidikan, lingkungan dan keluarga dalam membentuk kemampuan serta mental karakter anak. Namun terbentuknya spikology remaja putri dan putra tidak cukup hanya ditentukan pada dunia pendidikan, lingkungan dan keluarga akan tetapi ditentukan oleh kemampuan individu anak dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya. Melalui event organitions, yaitu berbagai perkumpulan kepemudaan, olah raga, kesenian dan lain sebagainya. Event Organitions, merupakan alat yang tepat dalam menempa jiwa-jiwa individu generasi bangsa di masa akan datang.
Bung Karno pernah mengatakan “Berikan aku seratus orang tua, akan aku pindahkan gunung Semeru atau berikan sepuluh pemuda gemblengan, akan aku jungkir balikkan dunia....”. Bung Karno telah mengingatkan bahwa pemuda dan pemudi jangan pernah ditinggalkan dan dibatasi perannya. Kenapa hal itu dikatakan atau diingatkan Bung Karno? Bung Karno mengerti energi dan motivasi remaja, mereka memiliki high power kualitas dan kuantitas dalam menciptakan perubahan. Bilamana mereka tidak diberikan peran dalam aktifitasnya akan merusak tatanan hidupnya, keluarganya, lingkungannya dan bangsanya. Sebaliknya, apabila generasi muda di suatu negara diposisikan pada perannya untuk berkarya maka dunia tak akan meremehkan bangsa dan negara tersebut.


Jas Merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah
Perkataan Jhon Seelay, “Kita mempelajari sejarah untuk menjadi bijaksana.…...
Kebangkitan Nasioanal ke-2 sangatlah erat dan saling keterkaitan, bahkan bila kita jeli kebangkitan ini merupakan kelahiran gerakan politik, sosial dan budaya. Pergerakan Boedi Oetomo (1908) kemudian melahirkan Sumpah Pemuda (1928). Suatu gerakan pemuda-pemudi Indonesia memperjuangkan nasib bangsanya yang dimiskinkan oleh sistem kolonialisme Belanda. Padahal saat itu mengunakan sistem “politik etik” 1905 (edukasi, irigasi dan emigrasi) justru mengakibatkan kemerosotan kesejahteraan (declining welfare). Ke-3 program Anti Kemiskinan pemerintahan Belanda ini ternyata tidak untuk mengurangi kemiskinan penduduk pribumi, melainkan di dalam prakteknya hanya untuk kepentingan perusahaan-perusahaan pemerintahan kolonial saja.
Di dalam buku “Indonesia Menggugat”, Ir. Soekarno secara panjang lebar menguraikan kejahatan ekonomi, plitik dan budaya penjajah yang bagaikan parasit.
Kerajaan  satu-persatu dihambakan. Ekonomi, Politik dan Budaya rakyat oleh system monopoli, contigenten dan leverantien. Sama sekali dipersempit, sama sekali di desak dan di padamkan…. (Soekarno, 1930: 35).
 Akan tetapi pada saat pemerintahan Indonesia di pimpin oleh Orde Baru, telah melaksanakan pembangunan ekonomi yang berlandaskan dasar budaya-liberal dan liberal ini telah berganti wajah lebih maju lagi yaitu di sebut Neoliberal disingkat Neolib. Budaya neolib yang mendunia beriringan dengan berkembangnya globalisme telah melulu lantakkan keadilan, kemanusiaan, semangat persatuan, kesatuan dan kebangsaan yang bersemi dalam Kebangkitan Nasional ke-2 Boedi Oetomo (1908) dan Sumpah Pemuda (1928) tersebut.
 Akhir kekuasaan Orde Baru, ditandai oleh kebangkitan nasional yang dirintis pemuda dan mahasiswa Indonesia tahun 1997-1999. Pergerakan kebangkitan nasioanal era reformasi total 1997-1999 ini sedang di uji. Bagaimana pun, Indonesia sudah sepantasnya kembali ke jati diri. Percaya pada diri sendiri, yaitu nations and character building bangsa Indonesia. Semangat kekeluargaan dan gotong royong sebagaimana terkandung dalam Pnacasila 1 Juni 1945 sebagai dasar Negara Indonesia.      
Tergambar jelas dalam Jas Merah
Sudah selama 32 tahun di tambah dengan pemerintahan sekarang ini secara keseluruhan pemuda/pemudi bangsa Indonesia menderita menjadi komoditas penyeragaman atas kebijakan pemerintah dan termiskinkan secara teori ilmu pengetahuan atau pun di dalam implementasinya oleh sistem Developmentalisme (modernisasi) karya Evsey Harrod, Roy Domar, Weber (dengan etika Protestan-nya), Mc Clelland (teori n-Ach-nya) dan diperkuat oleh teoritis liberal barat lainnya semisal : Rostow, Hoselitz, Inkeles, Smith, dsb. Padahal kalau kita jeli mengupas masalah ini akan ditemukan inti dasar penyimpangan kebijakan pemerintahan.
Perlu kita pahami basic pemerintahan Liberal-Kapitalis. Pemerintahan ini mempraktekkan developmentalisme dengan konsep deterministic yaitu meletakkan pembangunan dalam arti hanya focus ekonomi, material, dan bersifat fisik; tanpa mempertimbangkan ruang kontrol sosial, karakter, nilai, dan budaya yang hidup dan berkembang di masyarakat setempat.
Jadi harapan yang dibangun pemerintahan untuk generasi mudanya adalah hutopis. Adapun pengetrapan ide developmentalisme yang berbasiskan pada hipotesa persoalan kemiskinan dan keterbelakangan sebagai akibat dari tata nilai dan kelembagaan tradisional domestik yang tak kondusif dalam menopang idea of progress tak berimbang dengan yang diamanatkan oleh pendiri bangsa atas budaya berlaku di Nusantara ini.
Penganutnya menegaskan bahwa kemiskinan dan keterbelakangan disebabkan oleh factor-faktor internal yang tidak transformasi ke dalam tata nilai dan kelembagaan modern. Cara pandang penganutnya dapat di gambarkan: Kapal Globalisasi yang diproduksi oleh tatanan ekonomi yang liberal-kapitalis terbukti cuma mampu menciptakan sebuah kapal dunia yang bobrok: 15% penumpang kapal tinggal di kelas eksekutif yang super mewah dengan berbagai fasilitas canggih, sementara 85% sisanya tinggal di kabin-kabin yang kotor, berkarat, sesak, penuh penyakit, dan terancam kelaparan”. (Jurnal analisa social, ekonomi, politik dan hukum perburuhan, Vol. 1 No 2, Sept. 2003. ALNI Indonesia. Judul “Pembangunan dan Kemiskinan”, oleh Bpk Launa). Di halaman 5-7.
Artinya bagi mereka menganut globalisme sebagai landasan hidupnya tidak lagi suatu solusi tepat melainkan suatu petaka. Kita contohkan Negara Amerika Serikat itu sendiri, selama ini menjadi model baku pembangunan dan sumber inspirasi ekonomi kapitalis paling sukses bagi kemajuan ekonomi, politik, dan sosial budaya dunia baik menyangkup di bidang pendidikan generasi muda di negara itu. Kini dipandang secara sinis sebagai agen utama penyebab timbulnya kemiskinan kuwalitas generasi bangsa sendiri (di Amerika sendiri, red.) baik secara struktur vertikal dan horisontal. Selain itu, di negara-negara berkembang bukan lagi kemiskinan atau komunisme yang menjadi musuh utama, melainkan ekspansi dan hegemoni Barat (benua Eropa, red) di bidang ekonomi, budaya, sosial dengan segala atributnya serta target utama mereka adalah mengoptasi prilaku maupun pemikiran generasi penerus di negara-negara berkembang.
Pengertian Revolusi
Revolusi merupakan puncak dari perubahan sosial. Revolusi merupakan sebuah proses pembentukan ulang masyarakat sehingga menyerupai proses kelahiran kembali. Perubahan yang terjadi melalui revolusi mempunyai cakupan yang luas dan menyentuh semua tingkat dan dimensi masyarakat. Perubahan akibat revolusi bersifat radikal, fundamental dan menyentuh langsung pada inti dan fungsi dari struktur sosial. Proses perubahan tersebut hanya memerlukan waktu yang cepat, sesuatu yang bertolak belakang dengan konsep evolusi pada perubahan sosial. Dibandingkan dengan bentuk perubahan sosial lain, revolusi berbeda dalam lima hal.
1.      menimbulkan perubahan dalam cakupan terluas, menyentuh semua tingkat dan dimensi masyarakat : ekonomi, politik, kultur, organisasi sosial, kehidupan sehari-hari dan kepribadian manusia.
2.      perubahannya radikal, fundamental, menyentuh inti bangunan dan fungsi sosial.
3.      perubahan yang terjadi sangat cepat dan tiba-tiba
4.      revolusi adalah pertunjukkan perubahan paling menonjol, waktunya luar biasa cepat dan karena itu sangat mudah diingat.
Revolusi membangkitkan emosional khusus dan reaksi intelektual pelakunya dan mengalami ledakan mobilisasi massa, antusiasme, kegemparan, kegembiraan, optimisme dan harapan.

Bung Karno pernah mengingatkan dalam pidato pertanggung jawaban di depan MPRS, yang berjudul Nawaksara ada tiga point penting, salah satu isinya mengatakan, waspadai licin dan lihainya Imperialisme dan Kolonialisme”.
“Karena itu semua Angkatan Penegas berkata:
 Harus berdiri di platform revolusioner. Apa yang dinamakan revolusioner, revolusioner di dalam arti umgestaltung von grundauf, perubahan readikal revolusioner di dalam arti cukup dengan kehendak zaman yang cepat, revolusioner di dalam arti menentang kepada imperialisme. Semua golongan yang ikut aliran zaman yang cepat, semua golongan yang hendak menumbangkan imperialisme, semua golongan itu adalah revolusioner.”
(Pidato Soekarno Kuliah Umum di Istana Negara, Jakarta 22 Mei 1958)
Teori dan hipotesa pemikiran di atas tersebut, perlunya jalan tenggah sesuai ideologi bangsa yaitu dilandasi dengan semangat Pancasilais (Pancasila, 1 Juni 1945), Trisila dan Ekasila yaitu Gotong Royong dalam cultur dan natur budaya diimplementasikan berbentuk character prilaku dan pemikiran remaja yaitu adanya wujud nyata dalam mengupayakan pikiran/ide guna mendapatkan solusi persoalan remaja yang belum sama sekali tuntas dan tersentuh program kerja pemerintah sendiri saat ini.
Cara pandang (dogma) kaum muda/mudi bangsa Indonesia tumbuh kesadaran, kepercayaan diri bahkan mampu berkepribadian pada nilai-nilai kultur dan natur budaya luhur. Menumbuh kembangkan keyakinan kuwalitas di diri remaja atas dasar Pre-kemanusian dan persatuan sehingga tanggap untuk membendung dan menyerang balik dari pada bentuk-bentuk penghancur bangsa sendiri atau pun penindasan gaya baru yaitu arus modernis (Globalisasi-Neolib) yang semakin berkembang dan menggurita. Oleh sebab itulah pemuda/pemudi sebagai generasi penerus bangsa harus bekerja keras dalam rangka mengupayakan, mengoptimalkan serta berusaha mewujudkan bentuk-bentuk kerja nyata guna menciptakan harmonisasi-humanis antar generasi penerus khususnya demi terwujud tatanan masyarakat berkuwalitas intelektual atas dasar prikemanusian ber-charracter building bangsa dan negara baik di dalam bidang kemampuan individu atau kelompok.
Kami sadar bahwa pisau bedah analisa Dialektika-Gotong Royong-lah paling cocok dalam mewujudkan Amanat Penderitaan Rakyat dan melanjutkan ke cita-cita Mencapai Indonesia Merdeka dengan jalan menghantarkan generasi muda/mudi ke depan pintu gerbang Jembatan Emas Kemerdekaan bangsa Indonesia. Agar terwujudnya Kemerdekaan Indonesia 100%. Walaupun dalam perjalanaan nanti kita akan temui segala macam pengorbanan putra/putrid terbaik.
Akan tetapi dengan amunisi yang telah diberikan Bung Karno pada pidatonya 1 Juni 1945, di Gedung Dokuritsu Subi itu telah lebih dari pada cukup membangkitkan kembali semangat juang kita dalam mengkorbarkan semangat ideolaogi Ekasila (red, Gotong Royong). Ekasila adalah hasil perasan daripada ideology Pancasila dan Trisila; Ekasila pandangan hidup atau landasan pijak pemikiran, sedangkan implementasi tindakan yang tumbuh kembang bersumber dari (Bhinneka Tunggal Ika) keaneka ragaman budaya.
 Maka kami yakin-seyakinnya untuk terus mengorbarkan semangat api perjuangan ini. Bilamana kita kulas dan bedah makna dari pada Gotong Royong sendiri, maknanya sangat dinamis. Yaitu menuntut pada kita sebagai generasi bangsa penerus untuk ikut serta wujudkan bakti pengabdian terhadap ibu pertiwi sebagaimana tersirat Sumpah Pemuda sedangkan di dalam makna dari Gotong Royong pun mencerminkan daripada Kekeluargaan yang memiliki sifat Statis, yaitu menuntut pada generasi penerus untuk saling memahami perbedaan baik dari pemikiran bahkan dalam tindakan. Jadi kedua hal ini tidak dapat dipisah-pisahkan satu dengan yang lainnya (seperti 2 sisi mata uang koin) dan menegaskan kepada remaja untuk selalu Menjadi Alatnya Sejarah, (buku Ir. Soekarno, DBR jilid II).
Pemuda dan Pemudi generasi penerus bangsa Indonesia harus kritis, peka dan cerdas agar mampu menangkal budaya-budaya barat, kita berkewajiban mewarisi api perjuangan yang telah disuritauladankan oleh founding father dalam mewujudkan tujuan hidup bangsa sebagai ‘pejuang pemikir-pemikir pejuang’ yaitu dalam mempertahankan, mengamalkan, mensosalisasikan dan mempertajam Sosio-Nasionalisme dan Sosio-Demokrasi.
Sosio-Nasionalisme tersirat jelas pada, Misi Indonesia yaitu Kebangsaan dan Internasionale-Prikemanusian. Sedangkan Visi Indonesia yaitu Persatuan dan Musyawarah Mufakat tersirat jelas pada Sosio-Demokrasi. Tak ketinggalan sebagai jati diri bangsa dan Negara yang meyakini adanya spritualisme tiada zat yang lebih kuasa dari yang berkuasa. Tanpa ridhonya bangsa besar mana pun tidak akan mampu mewujudkan cita-citanya bahkan memerdekakan harga diri sendiri yaitu, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Jikalau kita pernah membaca Dibawah Bendera Revolusi jilid I, Soekarno di hal. 32 Berjudul  Dimana Tinjumu, kita akan memahami kinerja dan sasaran yang kita maksud, yaitu : “Kita harus memerangi segala hal-hal yang menambah kemelaratan rakyat itu; memerangi segala hal-hal yang memberatkan kehidupannya rakyat, yang karena terlalu besarnya bevolkingsaanwas (tambahnya penduduk), memang sudah berat adanya; memerangi segala hal-hal  yang mengecilkan persediaan rezeki rakyat tadi. Sebab, asal rezeki cukup, asal makanan tak kurang, maka sebagai yang kita terangkan dimuka, tak akanlah rakyat menderita tak kecukupan dan kekurangan, tak akanlah overbevolking terasa, walau bevolkingsaanwas (tambahnya penduduk) yang bagaimana pun juga. Karenanya, haruslah kita melawan segala keadaan yang mengecilkan persediaan makanan rakyat itu………”.
Telah dijelaskan bahwa perjuangan Revolusi kita Belumlah Selesai selama janji Amanat Penderitaan Rakyat belum terwujud dan masih terbelenggu di dalam sangkar emas imperialis, kolonialis dan kapitalis atau bahkan penindasan oleh bangsa kita sendiri (Neoliberal). Artinya agenda dalam mewujudkan Indonesia merdeka masih di tumpuk dalam brangkas pegingkaran Pemerintahan boneka Neokolim dan Neoliberal, bukti nyata pemerintah boneka Neokolim menyampingkan program agenda kerja yang berpihak pada pemberdayaan kaum muda dan masyarakat di tingkat pedesaan dan perkotaan, mereka sibuk dengan citranya sendiri.
Akibatnya para remaja hanya sanggup memahami ketimpangan sosial yaitu tranfer budaya yang individualis, oportunis, pesimistis dan materialistis. Tidak hanya masalah itu saja, masih banyak pula kita temukan praktek-praktek ketidak-adilan dalam segala bidang aktivitas merugikan bagi perkembangan kaum muda sendiri dan generasi bangsa dipedesaan maupun perkotaan sehari-hariannya. Tidak etis para generasi penerus bangsa Indonesia hanya berpangku tangan, bertengkar sendiri, menuruti ego sendiri dan bila saja pada akhirnya pemuda dan pemudi dipercaya rakyatnya untuk memimpin bangsanya namun menyalah-gunakan tugas dan wewenangnya yang diembankan pada pundaknya.
Hal inilah yang menjadikan pekerjaan rumah saya sebagai salah satu pelaku sejarah di tahun 1998-1999. Oleh sebab itu, kenapa saya beranikan diri maju dalam pemilu legislative di tangal 09 Mei 2014 nanti. Karena saya ingin menyelesaikan pekerjaan saya sebagai aktivis di tahun 1998-1999 yang tertunda.

Kesimpulan
Gerakan pemuda pelajar dan mahasiswa adalah agent kekuatan dalam mendobrak ketidak-setabilan kebijakan yang diambil oleh pemerintah di bidang politik, ekonomi dan budaya. Kekuatan mereka telah menjadi fenomena social politik dan budaya sejak awal yang lalu. Peran pemuda pelajar dan mahasiswa pada saat-saat tertentu begitu kuatnya dan menyita perhatian kita. Diberikan gelar sebagai “Kekuatan Moral” yang datang pada saat keresahan, kekacauan dan pergi pada saat kondisi situasi sosial sudah mengalami stabil.
Pergerakan mereka menghancurkan mitos-mitos yang diciptakan dan yakini kaum konservatif “Tinggalkan mereka sendiri dan mereka akan hancur sendiri”, namun pergerakan pemuda pelajar dan mahasiswa diberbagai belahan dunia telah membuat mitos tersebut hanya sekedar mitos belaka. Berawal dari pergerakan Pemuda pelajar dan Mahasiswa yang berakar dari Manifesto Cordoba 1918 di Argentina dan Amerika Latin. Lalu memuncak pada gerakan di bulan Mei 1968 Prancis dan seluruh Eropa.


oleh :
Mantan aktivis 1998 dari Alumni GMNI Jakarta
Soni Eka Andi Wijaya
Calon Legislatif Dapil III Jawa Timur nomer Caleg 5
                                                 Dari Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. ... - All Rights Reserved
Original Design by Creating Website Modified by Adiknya