Kalti, edukasi news
"Kondisinya selalu begini kalau banjir, warga jadi terisolir. Mau lewat jembatan Kampung Kajang dan Jalan HM Ardans sama-sama terjebak banjir. Mau lewat ponton berbahaya. Mau lewat jalan Pertamina jauh dan beberapa titik juga banjir. Kami sangat kesulitan dengan kondisi ini," kata salah satu warga
Karena itu yang diperlukan saat ini, selain melakukan normalisasi sungai dan pengerukan sedimentasi, adalah pembangunan jembatan yang representatif. "Sudah saatnya dibangun jembatan. Ini sudah tahun 2012. APBD Kutim Rp 3 triliun, mengapa begitu sulit membangunkan jembatan untuk warga," katanya.
Warga tersebut merasa geram karena harus naik ponton bertahun-tahun untuk menyeberangi sungai yang lebarnya hanya sekitar 30 meter. "Pemerintah harus tegas. Jangan korbankan belasan ribu warga hanya untuk beberapa orang. Harus ada solusi terpadu. Sudah 13 tahun kabupaten ini berdiri, masak kami yang tinggal di ibukota Kutim harus terus naik ponton," katanya.
Pada sisi lain, para korban banjir juga mengharapkan kesigapan pemerintah dalam memberikan bantuan. "Kami berterima kasih sudah dibantu mie instant. Tapi di mana kami mau memasaknya? Yang mendesak adalah makanan siap santap seperti nasi bungkus," katanya.
bantuan yang disalurkan di Desa Sangatta Selatan antara lain bantuan PT Pertamina EP Field Sangatta berupa 600 dus mie instant dan dari Ketua PKK Kutim, Hj Noorbaiti Isran, 1.500 dus mie instant. Bantuan tersebut disalurkan kepada warga dengan pola 1 dus per KK.
"Untuk desa Sangatta Selatan, bantuan disalurkan kepada warga RT 2 Masabang 86 KK, RT 5 Gunung Teknik 60 KK,
RT 2 Gunung Teknik 100 KK," kata staf Pemerintah Desa Sangatta Selatan, Asri dan Salim.
Bantuan juga disalurkan ke RT 1 Danau Raya (Pinang Mas) 50 KK, RT 3 Pinang Mas 60 KK, RT 2 90 KK, RT 4 Gunung Teknik 70 KK, RT 2 Gunung Karet 15 KK, RT 3 Pasar Raya 80 KK, RT 2 Pasar Raya 53 KK, RT 7 Dusun Gunung Teknik, juga beberapadaq RT lainnya yang menjadi "langganan banjir".
Harapan warga untuk dibangunkan jembatan mendapat dukungan dari pengamat sosial Kutim, Abu Faqih. Ia menilai aspirasi warga dan rencana Pemerintah Desa Sangatta Selatan untuk membangun jembatan di sentra kawasan Sangatta Selatan penting untuk mengurangi kesenjangan atau disparitas pembangunan.
"Pertanyaan besarnya, sampai kapan Sangatta Selatan terus bertahan begini di tengah arus dan semangat modernisasi? Merupakan hal yang konyol bila di Kutim yang memiliki APBD lebih dari Rp 3 triliun, masih banyak masyarakat ibukotanya yang sangat tergantung pada rakit penyeberangan sungai," katanya.
Selain itu, disparitas pembangunan Sangatta Utara dan Sangatta Selatan dinilainya tidak wajar. "Sangatta Selatan jauh tertinggal, padahal kecamatan ini juga bagian dari ibukota Kutai Timur," katanya. Satu-satunya sarana yang dinilainya menghidupkan kawasan adalah pasar. Namun karena sarana transportasi masih mengandalkan rakit ponton, akses menuju pasar juga menjadi terbatasi.
"Saya meyakini banyak sektor yang akan bergeliat ketika jembatan itu ada. Seperti adanya rute angkot maupun pengurangan kepadatan arus kendaraan di Sangatta Utara. Selain itu akan muncul kreatifitas ekonomi baru dari masyarakat," katanya.
Ia optimis para pemilik rakit juga akan memiliki kreatifitas ekonomi baru. Pernyataan ini senada dengan proyeksi Kades Sangatta Selatan bahwa para pemilik usaha rakit harus dicarikan alternatif solusi bilamana pembangunan jembatan jadi dilaksanakan.
"Kondisinya selalu begini kalau banjir, warga jadi terisolir. Mau lewat jembatan Kampung Kajang dan Jalan HM Ardans sama-sama terjebak banjir. Mau lewat ponton berbahaya. Mau lewat jalan Pertamina jauh dan beberapa titik juga banjir. Kami sangat kesulitan dengan kondisi ini," kata salah satu warga
Karena itu yang diperlukan saat ini, selain melakukan normalisasi sungai dan pengerukan sedimentasi, adalah pembangunan jembatan yang representatif. "Sudah saatnya dibangun jembatan. Ini sudah tahun 2012. APBD Kutim Rp 3 triliun, mengapa begitu sulit membangunkan jembatan untuk warga," katanya.
Warga tersebut merasa geram karena harus naik ponton bertahun-tahun untuk menyeberangi sungai yang lebarnya hanya sekitar 30 meter. "Pemerintah harus tegas. Jangan korbankan belasan ribu warga hanya untuk beberapa orang. Harus ada solusi terpadu. Sudah 13 tahun kabupaten ini berdiri, masak kami yang tinggal di ibukota Kutim harus terus naik ponton," katanya.
Pada sisi lain, para korban banjir juga mengharapkan kesigapan pemerintah dalam memberikan bantuan. "Kami berterima kasih sudah dibantu mie instant. Tapi di mana kami mau memasaknya? Yang mendesak adalah makanan siap santap seperti nasi bungkus," katanya.
bantuan yang disalurkan di Desa Sangatta Selatan antara lain bantuan PT Pertamina EP Field Sangatta berupa 600 dus mie instant dan dari Ketua PKK Kutim, Hj Noorbaiti Isran, 1.500 dus mie instant. Bantuan tersebut disalurkan kepada warga dengan pola 1 dus per KK.
"Untuk desa Sangatta Selatan, bantuan disalurkan kepada warga RT 2 Masabang 86 KK, RT 5 Gunung Teknik 60 KK,
RT 2 Gunung Teknik 100 KK," kata staf Pemerintah Desa Sangatta Selatan, Asri dan Salim.
Bantuan juga disalurkan ke RT 1 Danau Raya (Pinang Mas) 50 KK, RT 3 Pinang Mas 60 KK, RT 2 90 KK, RT 4 Gunung Teknik 70 KK, RT 2 Gunung Karet 15 KK, RT 3 Pasar Raya 80 KK, RT 2 Pasar Raya 53 KK, RT 7 Dusun Gunung Teknik, juga beberapadaq RT lainnya yang menjadi "langganan banjir".
Harapan warga untuk dibangunkan jembatan mendapat dukungan dari pengamat sosial Kutim, Abu Faqih. Ia menilai aspirasi warga dan rencana Pemerintah Desa Sangatta Selatan untuk membangun jembatan di sentra kawasan Sangatta Selatan penting untuk mengurangi kesenjangan atau disparitas pembangunan.
"Pertanyaan besarnya, sampai kapan Sangatta Selatan terus bertahan begini di tengah arus dan semangat modernisasi? Merupakan hal yang konyol bila di Kutim yang memiliki APBD lebih dari Rp 3 triliun, masih banyak masyarakat ibukotanya yang sangat tergantung pada rakit penyeberangan sungai," katanya.
Selain itu, disparitas pembangunan Sangatta Utara dan Sangatta Selatan dinilainya tidak wajar. "Sangatta Selatan jauh tertinggal, padahal kecamatan ini juga bagian dari ibukota Kutai Timur," katanya. Satu-satunya sarana yang dinilainya menghidupkan kawasan adalah pasar. Namun karena sarana transportasi masih mengandalkan rakit ponton, akses menuju pasar juga menjadi terbatasi.
"Saya meyakini banyak sektor yang akan bergeliat ketika jembatan itu ada. Seperti adanya rute angkot maupun pengurangan kepadatan arus kendaraan di Sangatta Utara. Selain itu akan muncul kreatifitas ekonomi baru dari masyarakat," katanya.
Ia optimis para pemilik rakit juga akan memiliki kreatifitas ekonomi baru. Pernyataan ini senada dengan proyeksi Kades Sangatta Selatan bahwa para pemilik usaha rakit harus dicarikan alternatif solusi bilamana pembangunan jembatan jadi dilaksanakan.
Penulis : Kholish Chered
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !